Source : DUARIBUAN
Mantan Pebulutangkis tunggal putra asal China, Bao Chunlai beberapa bulan lalu sempat membuat pernyataan inspiratif yang ia ungkapkan dengan mata berkaca-kaca usai menyanyi dalam sebuah acara yang ia hadiri. Ia mengatakan bahwa pensiun bukanlah akhir dari karirnya, tapi ini adalah sebuah permulaan.
“Pernah kecewa, pernah bimbang , pernah mengalami kekosongan, pernah ada duka,” katanya saat itu. Seperti kita tahu, Bao memilih untuk pensiun dini karena mengalami cedera parah di lututnya, hanya setahun sebelum diselenggarakannya Olimpiade London.
“Tapi, meskipun karir bulutangkisku sudah berakhir, tapi olahraga akan menemaniku selamanya. Ini bukan berarti berakhir, melainkan adalah permulaan,” katanya tegas.
Usai Pensiun, Mantan Atlet kelahiran 17 Februari 1983 itu justru mendapatkan berbagai tawaran untuk menjadi presenter dan mengisi berbagai panggung untuk menyanyi. Ia bahkan sudah memiliki program sendiri. Tuhan memang adil, setelah ensiun sebagai atlet, Bao tetap mendapatkan pekerjaan lewat karunia wajah yang rupawan, inilah yang ia sebut sebagai permulaan untuk sebuah kebahagiaan yang lebih besar.
Di kesempatan berbeda, Bao juga sempat diwawancarai beberapa bulan usai memutuskan untuk pensiun. Tentu saja banyak sekali kata-kata inspiratif yang keluar dari mulut pria bertinggi 191 cm itu. Berikut beberapa kutipan wawancara yang duaribuan kutip dari fanpage Bao Chunlai di Facebook.
Setelah pensiun, apakah anda pernah mengenang kehidupan dulu (bulutangkis – red)?
Sangat terkenang, selalu kepikiran dengan teman, dengan latihan, sampai sewaktu tidur malam bisa mimpi diri sendiri sedang bermain bulutangkis, sedang bertanding, seperti sangat nyata.
Pensiun setahun sebelum olimpiade, apa ada penyesalan?
(Diam sebentar) Sebenarnya saya sangat ingin bertahan sampai sesudah Olimpiade, tapi cederaku membuat aku tidak bisa bertahan. Setiap atlet harus menghadapi pilihan yang baru. Tidak ada yang dapat bermain selamanya.
Dulu ayahku sering mengirimi saya pesan singkat, bilang bahwa saya harus bertahan karena pengemar beratku, tapi disaat aku pensiun, orang tuaku justru memilih untuk mendukung pekerjaanku sekarang.
Dulu ada yang berpikir tentang kamu dan Lin Dan, “ Kalau meahirkan Bao, mengapa harus melahirkan Lin Dan“, bagaimana pendapatmu?
Saya sebenarnya merasa tidak ada yang harus dibandingkan. Standar keberhasilan setiap orang berbeda, sehingga jalannya juga pasti berbeda. Prestasi Lin Dan sangatlah bagus, mungkin fans saya juga berharap saya dapat begitu, tapi saya sudah berusaha sekuat tenaga.
Keputusan Bao yang pensiun memang bisa dibilang tiba-tiba. Sepekan jelang turnamen China Masters 2011, dia mengungkapkan dengan optimis untuk tampil di Olimpiade London. “Saya sekarang tidak mau berpikir terlalu banyak, sekarang mengutamakan pemulihan (cedera), saya tidak akan menyerah, tujuan saya masih Olimpiade London.”
Tapi sepulang dari Changzhou (tempat turnamen China Masters), banyak orang mempertanyakan pensiunnya Bao. Sang manajer, Monica saat itu menjawab, ”Keputusan yang dia bikin sebenarnya memerlukan waktu beberapa hari, beberapa hari sebelum China Masters,” ujarnya. “Cedera lutut dan encok yang ia dialami, membuatnya terkadang tidak bisa berdiri sama sekali, makanya ia membuat keputusan ini,” tambahnya. (Mirip MKY)
Sang kepala pelatih, Li Yongbo awalnya memang membujuknya, tetapi akhirnya ia bisa mengerti keputusan yang diambil pria yang beberapa waktu bermain dengan Tim Hunan. “Dia sendiri sangat susah untuk bertahan lagi, makanya membuat keputusan ini,” ujar pelatih yang dijuluki Coach of the Champion.
Pensiunnya Bao Chunlai membuat sedih para teman-temannya di Pelatnas China, termasuk salah satu mantan teman sekamarnya, Cai Yun. “Baru saja mengetahui Bao sudah pensiun, dihati sangat tidak enak, saya pikir bakalan banyak fans yang sedih,” ujar peraih medali emas Olimpiade London itu.
“Ini ada olahraga, sangat kejam, tapi ini adalah kenyataan. Selamat buat Bao, yang pernah menjadi teman sekamarku, kompatriotku, sahabatku, perjalanan di masa depan masih panjang, kamu akan menemukan jalanmu sendiri,” tambah Cai Yun.
Teman terbaik Bao di tim adalah Chen Yu, Ia berkata perjalanan Bao sungguh sangat menyakitkan sebagai atlet. “Di saat dia berputus asa, ada beberapa fans yang mencaci maki dia, tapi siapakah yang tau sepuluh tahun yang lalu cedera sudah melanda dia, dia melakukan 2 kali operasi untuk mengeluarkan tulang yang patah, mengikuti sebuah acara padahal ia tidak dapat berdiri terlalu lama, itu sangat membuatnya kesakitan,” ujar Chen.
“Sebelum bertanding harus makan obat anti peradangan dan penghilang rasa sakit, dipagi hari pas absen (waktu latihan) ia sering tidak kelihatan orangnya karena penyakit encok yang kambuh makanya tidak dapat turun dari kasur,” tutupnya dengan sedih.
Apa buruknya menjadi yang kedua
Menjadi Bao Chunlai tentunya tidaklah mudah, terlahir sebagai anak yang hiperaktif dan suka bergerak sering membuat repot Cheng Yanrun. Beberapa kali ia sering memberantakan toko yang didirikannya bersama sang suami, Bao Zhangan.
Maka dari itu, kedua orang tua Bao memutuskan untuk mengirimkan Bao untuk bermain bulutangkis, agar tidak membuat keributan lagi. Sang Ibu, Cheng sempat mengintip bagaimana anaknya berlatih bulutangkis. Ia bersembunyi di satu sudut. Ia sangat cemas dengan anaknya saat itu.
“Bao sedang latihan kecepatan. Pelatih memukul bola dengan cepat, sesudah menangkis 30 kok, stamina Bao semakin menurun, lambat laun tidak bisa mengikuti pelatihan pelatih, tiba-tiba Bao jatuh, pelatih sama sekali tidak mempedulikannya, dan menyuruhnya untuk bangkit kembali buat latihan. Bao melap air mata sambil latihan,” ungkap Ibunda Bao yang meneteskan air mata.
Bao Chunlai memang berprestasi, apalagi di usia yang masih sangat muda, ia sudah menjuarai titel di kelas dewasa, tepatnya di Denmark Open 2001. Tapi kegagalan atas Hafiz di Semifinal Thomas Cup 2002 adalah titik balik prestasi Bao. Semenjak itu, ia sering disebut sebagai spesialis nomor dua, karena selalu kalah di partai Final.
Usai dikalahkan Lin Dan di Final China Open 2004, ia mengirimkan pesan singkat kepada ayahnya. “Lihat, sudah nasib saya menjadi yang kedua.” Hati ayah dan Ibunya sangat sedih mendengar hal itu, tapi untuk membuat Bao tidak down, akhirnya sang ayah mengirimkan SMS, “bisa menjadi runner-up sudah bagus. Kita sekeluarga sangat bangga karena kamu, yang penting main bagus dan membuat penonton enak menontonnya.”
Semenjak itu, Ayah Bao menyarankan keluarganya untuk tidak menceritakan masalah keluarga pada Bao, karena bisa mengganggu penampilannya, termasuk saat meninggalnya sang kakek, Bao tidak diberi tahu masalah ini.
Alhasil, ketika Bao pulang kampung seusai mengikuti sebuah kejuaraan pada Oktober 2005, ia diceritakan oleh sang Ibu mengenai kematian sang kakek, Bao menangis sejadi-jadinya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Sang ayah menjelaskan alasan kenapa Bao tidak diberi tahu masalah keluarga itu. “Yang pertama, kamu kurang dewasa, sehingga di poin penentuan sering melakukan kesalahan, yang kedua kondisimu kalah kepada lawanmu, ketiga kondisi tubuhmu belum baik (cedera),” begitu ujar Ayah Bao.
Reflek, Bao meletakkan kedua tangannya ke lutut sang ayah dan menahan tangis sambil berkata kepada Bao Zhangan, “Papa, tenanglah, suatu hari nanti anakmu akan menjadi juara,” ujar Bao.
Setelah kejadian itu, Bao mengambil hikmah yang luar biasa seusai kembali harus mengakui keunggulan lawannya di partai Final, sehingga ia harus kembali menjadi yang kedua. “Selamat, sekali lagi menjadi yang kedua,” begitu pesan singkat Ayahnya pada Bao.
Ayah Bao lalu tersenyum melihat balasan dari sang anak. “Apa buruknya menjadi yang kedua.” Ayah Bao pun menyadari kalau anaknya sudah benar-benar dewasa dan bisa mengontrol dirinya.
Hingga akhirnya pada tahun 2006, ia mengakhiri puasa gelar 3 tahunnya dengan berhasil menjuarai turnamen Korea Open. Di tahun itu pula, ia berhasil mengalahkan Lee Chong Wei dan Lin Dan.
Dia merasa dirinya sudah melewati banyak tantangan. Pada waktu itu, Dia langsung mengirim pesan bahagia kepada ayahnya dan ayahnya membalas, “kemenanganmu adalah obat paling bagus bagi penyakitku.” (ternyata saat itu ayah Bao sedang sakit, cobaan berat lagi).
Sang ayah sangat bangga tatkala anaknya yang hebat itu ditunjuk menjadi pembawa bendera Tim China di Asian Games Doha 2006 setelah serangkaian cobaan yang ia terima. Sekali lagi, ia mengirim pesan kepada ayahnya, dan ayahnya berkata, “Pemegang bendera mewakili Negara, kamu jangan grogi, harus seperti di lapangan.Harus penuh semangat,termotivasi dan penuh energik, saya sangat bangga karenamu!!”
Mantan Pebulutangkis tunggal putra asal China, Bao Chunlai beberapa bulan lalu sempat membuat pernyataan inspiratif yang ia ungkapkan dengan mata berkaca-kaca usai menyanyi dalam sebuah acara yang ia hadiri. Ia mengatakan bahwa pensiun bukanlah akhir dari karirnya, tapi ini adalah sebuah permulaan.
“Pernah kecewa, pernah bimbang , pernah mengalami kekosongan, pernah ada duka,” katanya saat itu. Seperti kita tahu, Bao memilih untuk pensiun dini karena mengalami cedera parah di lututnya, hanya setahun sebelum diselenggarakannya Olimpiade London.
“Tapi, meskipun karir bulutangkisku sudah berakhir, tapi olahraga akan menemaniku selamanya. Ini bukan berarti berakhir, melainkan adalah permulaan,” katanya tegas.
Usai Pensiun, Mantan Atlet kelahiran 17 Februari 1983 itu justru mendapatkan berbagai tawaran untuk menjadi presenter dan mengisi berbagai panggung untuk menyanyi. Ia bahkan sudah memiliki program sendiri. Tuhan memang adil, setelah ensiun sebagai atlet, Bao tetap mendapatkan pekerjaan lewat karunia wajah yang rupawan, inilah yang ia sebut sebagai permulaan untuk sebuah kebahagiaan yang lebih besar.
Di kesempatan berbeda, Bao juga sempat diwawancarai beberapa bulan usai memutuskan untuk pensiun. Tentu saja banyak sekali kata-kata inspiratif yang keluar dari mulut pria bertinggi 191 cm itu. Berikut beberapa kutipan wawancara yang duaribuan kutip dari fanpage Bao Chunlai di Facebook.
Setelah pensiun, apakah anda pernah mengenang kehidupan dulu (bulutangkis – red)?
Sangat terkenang, selalu kepikiran dengan teman, dengan latihan, sampai sewaktu tidur malam bisa mimpi diri sendiri sedang bermain bulutangkis, sedang bertanding, seperti sangat nyata.
Pensiun setahun sebelum olimpiade, apa ada penyesalan?
(Diam sebentar) Sebenarnya saya sangat ingin bertahan sampai sesudah Olimpiade, tapi cederaku membuat aku tidak bisa bertahan. Setiap atlet harus menghadapi pilihan yang baru. Tidak ada yang dapat bermain selamanya.
Dulu ayahku sering mengirimi saya pesan singkat, bilang bahwa saya harus bertahan karena pengemar beratku, tapi disaat aku pensiun, orang tuaku justru memilih untuk mendukung pekerjaanku sekarang.
Dulu ada yang berpikir tentang kamu dan Lin Dan, “ Kalau meahirkan Bao, mengapa harus melahirkan Lin Dan“, bagaimana pendapatmu?
Saya sebenarnya merasa tidak ada yang harus dibandingkan. Standar keberhasilan setiap orang berbeda, sehingga jalannya juga pasti berbeda. Prestasi Lin Dan sangatlah bagus, mungkin fans saya juga berharap saya dapat begitu, tapi saya sudah berusaha sekuat tenaga.
Keputusan Bao yang pensiun memang bisa dibilang tiba-tiba. Sepekan jelang turnamen China Masters 2011, dia mengungkapkan dengan optimis untuk tampil di Olimpiade London. “Saya sekarang tidak mau berpikir terlalu banyak, sekarang mengutamakan pemulihan (cedera), saya tidak akan menyerah, tujuan saya masih Olimpiade London.”
Tapi sepulang dari Changzhou (tempat turnamen China Masters), banyak orang mempertanyakan pensiunnya Bao. Sang manajer, Monica saat itu menjawab, ”Keputusan yang dia bikin sebenarnya memerlukan waktu beberapa hari, beberapa hari sebelum China Masters,” ujarnya. “Cedera lutut dan encok yang ia dialami, membuatnya terkadang tidak bisa berdiri sama sekali, makanya ia membuat keputusan ini,” tambahnya. (Mirip MKY)
Sang kepala pelatih, Li Yongbo awalnya memang membujuknya, tetapi akhirnya ia bisa mengerti keputusan yang diambil pria yang beberapa waktu bermain dengan Tim Hunan. “Dia sendiri sangat susah untuk bertahan lagi, makanya membuat keputusan ini,” ujar pelatih yang dijuluki Coach of the Champion.
Pensiunnya Bao Chunlai membuat sedih para teman-temannya di Pelatnas China, termasuk salah satu mantan teman sekamarnya, Cai Yun. “Baru saja mengetahui Bao sudah pensiun, dihati sangat tidak enak, saya pikir bakalan banyak fans yang sedih,” ujar peraih medali emas Olimpiade London itu.
“Ini ada olahraga, sangat kejam, tapi ini adalah kenyataan. Selamat buat Bao, yang pernah menjadi teman sekamarku, kompatriotku, sahabatku, perjalanan di masa depan masih panjang, kamu akan menemukan jalanmu sendiri,” tambah Cai Yun.
Teman terbaik Bao di tim adalah Chen Yu, Ia berkata perjalanan Bao sungguh sangat menyakitkan sebagai atlet. “Di saat dia berputus asa, ada beberapa fans yang mencaci maki dia, tapi siapakah yang tau sepuluh tahun yang lalu cedera sudah melanda dia, dia melakukan 2 kali operasi untuk mengeluarkan tulang yang patah, mengikuti sebuah acara padahal ia tidak dapat berdiri terlalu lama, itu sangat membuatnya kesakitan,” ujar Chen.
“Sebelum bertanding harus makan obat anti peradangan dan penghilang rasa sakit, dipagi hari pas absen (waktu latihan) ia sering tidak kelihatan orangnya karena penyakit encok yang kambuh makanya tidak dapat turun dari kasur,” tutupnya dengan sedih.
Apa buruknya menjadi yang kedua
Menjadi Bao Chunlai tentunya tidaklah mudah, terlahir sebagai anak yang hiperaktif dan suka bergerak sering membuat repot Cheng Yanrun. Beberapa kali ia sering memberantakan toko yang didirikannya bersama sang suami, Bao Zhangan.
Maka dari itu, kedua orang tua Bao memutuskan untuk mengirimkan Bao untuk bermain bulutangkis, agar tidak membuat keributan lagi. Sang Ibu, Cheng sempat mengintip bagaimana anaknya berlatih bulutangkis. Ia bersembunyi di satu sudut. Ia sangat cemas dengan anaknya saat itu.
“Bao sedang latihan kecepatan. Pelatih memukul bola dengan cepat, sesudah menangkis 30 kok, stamina Bao semakin menurun, lambat laun tidak bisa mengikuti pelatihan pelatih, tiba-tiba Bao jatuh, pelatih sama sekali tidak mempedulikannya, dan menyuruhnya untuk bangkit kembali buat latihan. Bao melap air mata sambil latihan,” ungkap Ibunda Bao yang meneteskan air mata.
Bao Chunlai memang berprestasi, apalagi di usia yang masih sangat muda, ia sudah menjuarai titel di kelas dewasa, tepatnya di Denmark Open 2001. Tapi kegagalan atas Hafiz di Semifinal Thomas Cup 2002 adalah titik balik prestasi Bao. Semenjak itu, ia sering disebut sebagai spesialis nomor dua, karena selalu kalah di partai Final.
Usai dikalahkan Lin Dan di Final China Open 2004, ia mengirimkan pesan singkat kepada ayahnya. “Lihat, sudah nasib saya menjadi yang kedua.” Hati ayah dan Ibunya sangat sedih mendengar hal itu, tapi untuk membuat Bao tidak down, akhirnya sang ayah mengirimkan SMS, “bisa menjadi runner-up sudah bagus. Kita sekeluarga sangat bangga karena kamu, yang penting main bagus dan membuat penonton enak menontonnya.”
Semenjak itu, Ayah Bao menyarankan keluarganya untuk tidak menceritakan masalah keluarga pada Bao, karena bisa mengganggu penampilannya, termasuk saat meninggalnya sang kakek, Bao tidak diberi tahu masalah ini.
Alhasil, ketika Bao pulang kampung seusai mengikuti sebuah kejuaraan pada Oktober 2005, ia diceritakan oleh sang Ibu mengenai kematian sang kakek, Bao menangis sejadi-jadinya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Sang ayah menjelaskan alasan kenapa Bao tidak diberi tahu masalah keluarga itu. “Yang pertama, kamu kurang dewasa, sehingga di poin penentuan sering melakukan kesalahan, yang kedua kondisimu kalah kepada lawanmu, ketiga kondisi tubuhmu belum baik (cedera),” begitu ujar Ayah Bao.
Reflek, Bao meletakkan kedua tangannya ke lutut sang ayah dan menahan tangis sambil berkata kepada Bao Zhangan, “Papa, tenanglah, suatu hari nanti anakmu akan menjadi juara,” ujar Bao.
Setelah kejadian itu, Bao mengambil hikmah yang luar biasa seusai kembali harus mengakui keunggulan lawannya di partai Final, sehingga ia harus kembali menjadi yang kedua. “Selamat, sekali lagi menjadi yang kedua,” begitu pesan singkat Ayahnya pada Bao.
Ayah Bao lalu tersenyum melihat balasan dari sang anak. “Apa buruknya menjadi yang kedua.” Ayah Bao pun menyadari kalau anaknya sudah benar-benar dewasa dan bisa mengontrol dirinya.
Hingga akhirnya pada tahun 2006, ia mengakhiri puasa gelar 3 tahunnya dengan berhasil menjuarai turnamen Korea Open. Di tahun itu pula, ia berhasil mengalahkan Lee Chong Wei dan Lin Dan.
Dia merasa dirinya sudah melewati banyak tantangan. Pada waktu itu, Dia langsung mengirim pesan bahagia kepada ayahnya dan ayahnya membalas, “kemenanganmu adalah obat paling bagus bagi penyakitku.” (ternyata saat itu ayah Bao sedang sakit, cobaan berat lagi).
Sang ayah sangat bangga tatkala anaknya yang hebat itu ditunjuk menjadi pembawa bendera Tim China di Asian Games Doha 2006 setelah serangkaian cobaan yang ia terima. Sekali lagi, ia mengirim pesan kepada ayahnya, dan ayahnya berkata, “Pemegang bendera mewakili Negara, kamu jangan grogi, harus seperti di lapangan.Harus penuh semangat,termotivasi dan penuh energik, saya sangat bangga karenamu!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar